Ibu adalah Perempuan yang Paling Tidak Peduli
Ibu adalah perempuan yang paling tidak peduli dalam hidup saya. Untuk standar seorang Ibu maka saya sebagai seorang putra terakhir dalam keluarga belum merasakan terpenuhinya kebutuhan batin. Sempat saya bertanya-tanya, apakah ketidakterpenuhinya kebutuhan batin seperti ini hanya terjadi pada saya ? atau semua laki-laki juga merasakan hal yang sama terhadap Ibunya. Sering kali saya melihat ada anak yang bertengkar dengan Ibunya karena merasa keinginannya tidak terpenuhi atau malah merasa terkekang. Kadang saya juga merasakan hal yang seperti itu, walaupun tidak melampiaskannya dengan cara yang kurang ajar.
Pernah suatu ketika saat masih duduk di bangku SMA Ibu menelepon pukul 10 malam, dan karena sudah merasa sangat mengantuk dan kelelahan mengerjakan tugas akhirnya saya cuma menjawab telepon itu seadanya. Akibat sikap yang saya berikan ternyata Ibu menegur saya dengan cara tidak langsung, melainkan lewat perantara saudara-saudara saya yang lain. Dan coba kalian lihat, pernahkah Ibu menjalani masa sebagai anak SMA? Pernahkah beliau merasakan lelah setelah mengerjakan tugas yang menumpuk? Atau setidaknya sadarkah beliau bahwa anaknya ini pada waktu malam seperti itu sudah sangat ingin beristirahat? Dan bahkan saat saya mengatakan alasan mengapa saya menjawab telponnya seadanya adalah akibat mengantuk dan lelah, beliau tetap tidak bisa menerimanya. Justru timbul tekanan psikologis baru dari saudara-saudara saya, Menurut mereka saya harus bisa menghargai telpon Ibu yang kesepian disana. Maka saat itu saya bertanya dalam hati? Oh, ya? Betulkah beliau kesepian? Bukannya dua putranya yang lain sudah menyelesaikan kuliah dan bekerja sekarang menetap di rumahnya? Tidak bisakah kedua putanya itu menyenangkan dan meramaikan hari-hari tuanya? Mereka tidak mengerti seperti apa sekolah saya, mereka tidak mengerti seberat apa beban yang diberikan sekolah saya kepada siswa-siswinya demi meneruskan tradisi menghasilkan alumnus yang tangguh menghadapi pekerjaan yang menumpuk.
Bukannya Ibu tidak pernah memperhatikan saya, salah satu bentuk perhatiannya adalah saat beliau mengirimkan uang bulanan, beliau biasanya mengirimkan uang 5-10% lebih banyak dari yang saya perlukan. “Untuk jaga-jaga saja,” katanya. Bagi kalian mungkin ini adalah hal yang sangat menyenangkan, semua keinginan yang bukan kebutuhan primer dan sekunder bisa terpenuhi. Tapi bagi saya ini justru memperbesar kemungkinan untuk jadi anak pemboros. Sangat bertentangan dengan yang diajarkan ayah agar saya bisa jadi anak mandiri dengan diberikan fasilitas secukupnya.
Seiring berjalannya waktu, ada momen-momen yang membuat saya meyakini bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi saya mengucapkan kalimat seperti kalimat pertama dalam tulisan ini . Hal ini murni muncul dari lubuk hati yang paling dalam, bukan karena saudara-saudara saya yang menegur, bukan pesan dari ustadz untuk menghargai orangtua, bukan karena saya ingin menunjukkan sikap sok peduli pada orangtua. Hal ini berawal dari kesempurnaan indra yang diberikan Tuhan yang menangkap banyak hal tersembunyi dari sosok seorang Ibu. Pernah suatu ketika Ibu begitu mengharapkan saya pulang ke kampung halaman di lIbur semester. Namun karena begitu banyak hal yang harus diselesaikan di kota maka sangat tidak mungkin untuk pulang. Tapi akhirnya ada juga waktu lIburan selama kurang lebih lima hari. Kesempatan ini saya gunakan sebaik-baiknya, Tanpa memberitahukan kedatanganku tentu Ibu terkejut saat melihat saya sudah duduk di kursi ruang tengah pada pagi hari. Namun dengan segera,dan tampak sengaja, beliau menyembunyikan ekspresi senangnya melihat putra terakhirnya datang setelah tinggal di kota selama 1 tahun. Pernah pula adik-adik Ibu bercerita kepada saya tentang masa lalu Ibu yang menghidupi 5 orang adiknya dengan bekerja sambil sekolah. Sejak saat itu saya baru tahu kalau ternyata dulu juga semasa muda bekerja keras, bukan Cuma ayah saja. Mungkin maksudnya memberikan uang bulanan lebih banyak agar saya tidak perlu lagi merasakan betapa susahnya hidup seperti beliau. Sebenarnya bisa saja adik-adik Ibu berbohong untuk membuat saya sadar, tapi rasanya sangat tidak mungkin mereka bersekongkol mengarang cerita yang begitu rapi dan kompleks seperti itu. Pernah pula di suatu malam saya terbangun, dan karena merasa haus saya berjalan mengambil air di lemari es yang terletak dekat kamar Ibu. Dari pintu yang sedikit terbuka, saya bisa melihat di cermin bahwa di sudut ruangan Ibu sedang berdoa dengan caranya yang berbeda. Begitu sunyinya malam itu sampai-sampai saya bisa mendengar doanya yang pelan itu. Entah sudah berapa lama beliau berdoa, karena ketika saya datang beliau sedang mendoakan putra pertamanya, kemudian beberapa saat kemudian beliau mendoakan putra ketiganya, dan akhirnya saya lah yang didoakan. Dibandingkan dengan saudara-saudara saya yang lain, sayalah yang paling banyak didoakan. Saat Ibu berkomunikasi dengan Tuhan, tak ada satu kata pun yang menggambarkan tentang kekecewaannya kepada saya, justru beliau berterimakasih kepada Tuhan karena sudah dianugerahi seorang anak seperti saya, beliau juga mengutarakan bahwa beliau bangga memiliki anak seperti saya. Setelah beliau mengucapkan begitu banyak harapan untukku, beliau beranjak istirahat.
Terdiam, terhenyak dan terpukul. Ternyata semua harapan yang diucapkan keluarga kepada saya bukanlah omong kosong belaka, mereka tidak asal memanfaatkan posisi saya sebagai putra terakhir untuk menekan kondisi psikologis saya, justru mereka ingin saya belajar dari kesalahan mereka agar saya tidak perlu merasakan sakit yang mereka rasakan. Betul yang pernah teman saya bilang, bahwa secara logika saya lah anak yang diberikan perhatian paling banyak. Saat saudara-saudara saya sekolah di kota, orang tua mencurahkan kasih sayang secara keseluruhan pada satu-satunya anak yang berada di dekat mereka setiap hari.
Kali ini saya ingin mengganti kalimat pertama dalam tulisan ini dengan kalimat penutup yang lebih sempurna:
seorang Ibu adalah sosok perempuan paling peduli dalam hidup ini.
Sosok perempuan paling peduli
0 Response to "Ibu adalah Perempuan yang Paling Tidak Peduli"
Posting Komentar